Banyak juga pria yang tak mau mengibarkan bendera komitmen dalam waktu yang, menurut wanita, sudah selayaknya. Menurut John Gray, pakar perkawinan dan penulis buku Men are from Mars, Women are from Venus, pria memandang komitmen sebagai rantai, ikatan yang membelenggu langkah dan sarat dengan tanggung jawab.
“Pria merasa bahwa jika paspor lajang telah dicabut, hidup tak lagi santai. Rongrongan tagihan, kontrol tetap dari pasangan, tabungan untuk si kecil, hanyalah sebagian checklist yang singgah di bahu pria berkomitmen. Jelaslah, isi kepala mereka jadi tambah mumet,” ujarnya.
Lantas, alasan apa lagi yang bisa membuatnya menunda-munda, atau malah mundur dari komitmen?
Takut salah pilih pasangan
Wanita yang mandiri menjadi acuan utama pemikiran para pria itu. Wanita yang berpendidikan dan memiliki karier bagus, umumnya mempunyai rasa percaya diri yang kuat. Mereka tak segan untuk berontak jika tidak mendapat kepuasan dalam berumah tangga. Hal inilah yang mengganggu ego pria, yang sejak lahir sudah terbiasa dengan doktrin mereka sebagai the bread winner.
Pertanyaan terbesarnya adalah, mampukah dia menjalani sisa kehidupan hanya dengan satu wanita dan menjaga kepercayaan yang dia berikan? Itu tanggung jawab yang besar.
Belum siap secara moral dan finansial
Kestabilan hidup pun akan menjadi prioritas utama. Artinya, mereka tidak akan lagi memilih ‘berperang’ sendirian dalam meniti hidup. Keinginan untuk berbagi suka-duka dan faktor regenerasi, juga menjadi pokok pertimbangan.
Masih mengejar karier
Jika ditanya, komitmen mereka adalah dunia kerja. Pria umumnya, butuh eksistensi diri dan mengejar impiannya di dunia karier, baru bisa berkomitmen. Jika, pasangan Anda mengungkapkan keinginannya ini, sebaiknya dukung dia.
Trauma perceraian
Bagi sejumlah pria, 100 kali lebih baik hidup melajang dibanding mengalami pernikahan yang berantakan, dan masih seumur jagung . Hal ini terutama dialami pria korban perceraian. Dan, ia tak mau mengulang kesalahan yang dibuat orang tua.
Kendati demikian, kesiapan kaum Adam menjalankan komitmen tak bisa dipaksakan. Karena, setiap pria punya nuansa yang berbeda, tergantung pada sistem nilai dan standar yang berada dalam pikirannya.